POLICY BRIEF (NOTA KEBIJAKAN) HARI-4

4 Min Read

Resistensi Palestina: Mengapa Perlawanan Tidak Akan Pernah Mati?

Darah Syuhada Mengalir Menjadi Sungai Perlawanan

Latar Belakang

Setiap kali seorang pemimpin perlawanan gugur, rezim Zionis mengira mereka telah memutus urat nadi perjuangan. Mereka merayakan kematian komandan Hamas, Hizbullah, Jihad Islami, atau para pejuang di kamp pengungsi dengan dentuman bom dan tepuk tangan di parlemen. Tapi mereka lupa satu hal: perlawanan Palestina bukanlah sekadar figur; ia adalah jiwa kolektif, denyut yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sejak Nakba 1948, puluhan ribu pejuang telah gugur, namun bendera perlawanan tak pernah jatuh. Gugurnya pemimpin bukan akhir, melainkan awal dari babak perlawanan yang lebih tajam, lebih menyala, lebih terorganisir.

Analisis Masalah

Logika Zionis: Membunuh Pemimpin = Mematikan Perlawanan

Israel dan sekutunya berpegang pada doktrin klasik: potong kepala, matikan gerakan. Mereka melancarkan serangan sistematis untuk menargetkan pemimpin Hamas, Hizbullah, dan faksi resistensi lainnya, menganggap pemusnahan fisik akan memadamkan api perjuangan.

Namun sejarah membuktikan, pendekatan ini selalu gagal.

Paradoks Syahadah: Pemimpin Gugur, Perlawanan Tumbuh

Mengapa setiap kematian pemimpin justru memperkuat perjuangan Palestina?

  1. Martir Melahirkan Generasi Baru
    Setiap pemimpin yang gugur menjadi simbol abadi. Namanya disematkan di jalan-jalan kamp pengungsi, kisahnya diceritakan di rumah-rumah, wajahnya terpampang di poster-poster perlawanan. Generasi muda tumbuh dengan satu aspirasi: melanjutkan jejak para syuhada.
  2. Perlawanan Bukan Organisasi, Tapi Spirit Kolektif
    Resistensi Palestina adalah jaringan yang terdesentralisasi. Ketika satu pemimpin tiada, sistem sosial dan komunitas lokal mengisi kekosongan. Tidak ada pemimpin tunggal yang mampu menghentikan semangat rakyat yang lapar akan kemerdekaan.
  3. Setiap Darah yang Tumpah Mengikis Legitimasi Zionis
    Dunia semakin sadar bahwa yang terjadi bukan sekadar konflik, melainkan penjajahan brutal terhadap rakyat tak bersenjata. Gugurnya para pemimpin perlawanan justru memperjelas siapa penindas, siapa yang tertindas.

Kenapa Perlawanan Tidak Akan Mati?

Selama tembok-tembok pemisah masih berdiri, selama tanah Palestina diinjak tentara pendudukan, selama suara adzan di Al-Quds dikalahkan oleh desing peluru—perlawanan akan terus hidup.

Perlawanan Palestina bukan sekadar reaksi; ia adalah hak eksistensial. Hak sebuah bangsa untuk menentukan takdirnya, untuk hidup bebas tanpa rantai, tanpa blokade, tanpa penjajah.

Rekomendasi Kebijakan

  1. Penguatan Dukungan Global terhadap Hak Perlawanan Palestina
    Pemerintah, LSM, dan organisasi internasional harus menyatakan secara eksplisit bahwa perlawanan Palestina adalah perjuangan sah melawan penjajahan.
  2. Mendorong Persatuan Faksi-Faksi Resistensi
    Dorongan internasional untuk rekonsiliasi faksi-faksi perlawanan sangat penting agar perjuangan semakin solid di tengah gempuran musuh.
  3. Memperluas Kampanye Anti-Normalisasi dengan Israel
    Normalisasi hubungan hanya mengkhianati darah para syuhada. Kampanye boikot dan anti-normalisasi harus digelorakan di setiap lini.

Seruan Aksi: Turun ke Jalan di Hari Internasional Al-Quds!

Ketika satu pemimpin gugur, seribu lainnya bangkit. Saat darah mengalir di jalan Gaza dan Jenin, kita di sini tak boleh diam. Hari Internasional Al-Quds adalah panggung untuk menyatakan: perlawanan Palestina adalah perlawanan seluruh umat manusia!

“Selama masih ada satu anak Palestina yang menggenggam batu, perlawanan tidak akan pernah mati. Saatnya kita berdiri di sisinya!”

Presidium BARQ

(19 Maret 2025)

Share This Article